Made dan Joko di Pulau Pohon Besar

Posted by Unknown 8/21/2013 0 komentar
Setiap orang memiliki pandangan  yang berbeda-beda terhadap satu hal, tergantung dari mana ia melihat hal itu. Semua itu tidak lepas dari namanya pandangan hidup atau pola pikir dari masing-masing individu. Pandangan hidup atau pola pikir seseorang,  tidaklah muncul hanya dalam waktu sekejap,  perlu berhari-hari bahkan sampai bertahun-tahun untuk dapat membangun pola pikir seseorang. 
 

Kita adalah hasil akumulasi dari pilihan-pilihan kita di masa lalu.

 
Pandangan hidup yang terima bergantung terhadap lingkungan, pola hidup dan informasi-informasi yang kita peroleh. Pandangan hidup inilah yang menjadi dasar seseorang untuk melakukan segala aktifitasnya. Apabila pandangan hidup yang diterimanya adalah yang benar dan sesuai, maka akan benar juga segala aktifitasnya. Begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, untuk merubah pola pikir atau pandangan hidup seseorang itu tidak mudah. Butuh proses yang terus-menerus dan waktu yang tidak sebentar.

Untuk hal ini saya punya cerita, walaupun ini hanya cerita fiktif, tapi memiliki manfaat yang bisa di ambil. Begini kisahnya, terdapat  sebuah pulau yang diberi nama pulau Pohon Besar. Di beri nama seperti itu dikarenakan nyaris semua tumbuh-tumbuhan yang hidup di pulau itu memiliki ukuran diameter yang besar. Suatu hari sebuah pesawat perintis yang sedang melewati pulau tersebut.

Tiba-tiba pesawat itu mengalami kecelakaan parah yang mengakibatkan semua penumpangnya tewas kecuali dua orang traveller yang berasal dari Bali yang bernama Made dan Joko yang berasal  dari Jepara. Intinya hanya mereka berdua yang berhasil selamat dan menyelamatkan diri ke pulau tersebut. Setibanya di pulau itu, mereka berdua terkaget-kaget akan ukuran bermacam-macam tumbuhan yang memiliki ukuran yang tergolong besar. Mereka berdua takjub akan besarnya ukuran tanaman yang tumbuh di pulau itu. Made begitu setibanya di tempat tersebut langsung menandai setiap pohon besar dengan menggunakan kainnya yang bercorak Bali (kotak-kotak bewarna hitam putih) dan langsung berdoa di depan pohon tersebut, sedangkan  Joko memberi tanda pohon-pohon dengan kapur yang dibawanya setelah terlebih dahulu mengukurnya. Mereka melakukan apa-apa yang menjadi keyakinan mereka, terlepas dari benar atau salah. 

Made berpendapat, ia melakukan hal itu dikarenakan untuk menghormati dan menghargai alam yang telah memberikan kita hidup lewat oksigen yang kita hirup dan juga karena sudah ada yang melinggih disana. Berbeda dengan Joko, ia melakukan hal tersebut dikarenakan ia melihat peluang besar dari pohon-pohon itu untuk membuat kerajinan tangan, berbeda dengan daerah asalnya Pati yang sudah tidak begitu banyak lagi pohon-pohon berukuran besar.





Ada juga kisah yang lainnya, yaitu perbedaan antara orang Bali dengan orang Maluku terhadap pohon pepaya renteng. Pepaya renteng adalah jenis pepaya yang memiliki bunga bertangkai panjang. Di Bali, pohon pepaya renteng jika tumbuh di dekat rumah mereka, maka pohon tersebut akan dicabuti. Tidak dibolehkan untuk tumbuh besar. Alasannya adalah dikarenakan pohon pepaya renteng ini siluman leak suka bersandar di batang pohon tersebut untuk menghisap aura magis pohon itu. Sedangkan di Maluku, bunga jenis pepaya renteng biasanya dipakai untuk dimasak sebagai sayuran yang enak, jadi pepaya ini sengaja ditanam, dan dipelihara untuk dipetik bunganya.

Disinilah muncul apa itu yang namanya pandangan hidup yang telah mereka terima bertahun-tahun dalam kehidupan mereka masing-masing. Mereka berdua memiliki pandangan yang berbeda terhadap yang namanya “pohon besar”. Made yang berasal dari Bali menilai bahwa pohon besar adalah suatu tempat yang patut disakralkan bahkan dapat digunakan sebagai tempat beribadah, sedangkan Joko yang berasal dari Jepara yang basic kehidupannya adalah seorang pengrajin kayu, melihat pohon besar adalah suatu hal yang bernilai bagi seorang pengrajin.  






Dari kisah tersesatnya Made dan Joko di pulau Pohon Besar dan perbedaan pandangan terhadap pohon pepaya renteng antara orang Bali dengan orang Maluku, kita dapat mengambil hikmahnya. Satu hal akan menjadi berbeda, apabila dilihat oleh orang yang berbeda pemikiran, berbeda pandangan hidup dan berbeda sudut pandang. Oleh karena itu marilah kita saling menghargai atas segala perbedaan yang ada. Setiap orang berhak untuk berpendapat, melakukan apa pun yang mereka yakini. Namun dengan catatan, tidak merugikan orang lain, baik itu fisik, materi, moril dan lain sebagainya.

Note : kesamaan nama tokoh pada cerita Joko dan Made hanya cerita fiktif belaka. Penulis tidak bermaksud menghina atau menjelekkan suatu agama. Saya mohon maaf jika ada yang tersinggung akan hal ini, namun saya hanya ingin menjelaskan bahwa berbeda itu indah, tidak perlu adanya pertengkaran, perselisihan yang dibutuhkan hanya rasa saling menghargai dan menghormati perbedaan itu.

Baca Selengkapnya ....

Muqallid, mujtahid, ijtihad, dan taklid

Posted by Unknown 8/15/2013 4 komentar
Mungkin sebagian dari kita pernah mendengar kata-kata di atas. Ada yang sudah paham dan mengerti benar, ada juga sebagian yang hanya pernah mendengar atau bahkan ada juga yang tidak mengetahuinya sama sekali apa itu muqallid, mujtahid, ijtihad, dan taqlid.

Pada artikel kali ini sedikit saya akan membahas apa itu muqallid, mujtahid, ijtihad dan taklid. Hal ini perlu saya uraikan, karena ini salah satu fondasi dari kita ummat muslim dalam melakukan segala aktifitas keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar inilah kita melakukan dan mengambil keputusan terhadap persoalan-persoalan terutama dalam hal keagamaan.

Muqallid adalah orang-orang yang karena satu dan lain hal tidak memiliki kemampuan dalam menelaah ilmu-ilmu agama sehingga mereka kurang memahaminya, atau biasa    disebut sebagai orang awam.
Kita sebagai seorang yang awam, diwajibkan untuk bertaklid kepada seorang mujtahid dalam segala bidang terutama apabila ditemukan persoalan-persoalan, karena tugas seorang mujtahidlah mencari jawaban dari permasalahan-permasalahan tersebut dengan ilmu yang mereka miliki.

Mujtahid adalah orang yang benar-benar memahami dan mengerti akan agama serta dapat mengeluarkan fatwa.
Beberapa mujtahid besar dalam bidang keagamaan adalah, imam Syafi’i (mazhab Syafi’i), imam Hanafi (mazhab Hanafi), imam Maliki (mazhab Maliki), imam Hambali (mazhab Hambali) dan imam Ja’fari (mazhab Syiah).

Ijtihad adalah  upaya mencurahkan tenaga untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Dengan bahasa sederhananya adalah mengeluarkan fatwa dalam segala hal, terutama dalam bidang keagamaan dan jawaban penyelesaian atas persoalan-persoalan yang timbul.

Dalam hal berijtihad, siapapun dapat berijtihad  tidak terbatas hanya pada orang-orang tertentu. Namun untuk mencapai gelar mujtahid tentunya tidak gampang. Bukan hanya  dengan berlandaskan Al Quran dan hadits atau bahkan membohongkan para ulama hanya karena seseorang untuk dapat dikatakan menjadi mujtahid. Mereka harus menjalani  beberapa tahap ujian dari mujtahid-mujtahid pendahulunya disamping pengakuan dari masyarakat luas akan kepandaian ilmunya tidak sependapat dengan mereka. Banyak kriteria-kriteria yang harus dimiliki.

Taqlid adalah mengikuti pendapat dari seorang mujtahid tanpa harus mengetahui darimana sumbernya dan apa alasannya. Taqlid inilah yang digunakan oleh orang awam untuk mengikuti ijtihad para mujtahid.
Syarat-syarat seseorang untuk dapat bertaklid yaitu hanya dua, aqil (berakal) dan baligh (dewasa), sehingga bagi orang yang hilang akal dan belum dewasa maka belum diwajibkan baginya untuk bertaklid hingga hilang akalnya atau menjadi dewasa.



Hukum taklid

Bagi orang awam seperti kita, yang tidak memiliki ilmu-ilmu yang cukup dalam hal keagamaan, wajib hukumnya untuk bertaklid kepada seorang mujtahid. Dalam semua bidang, terutama dalam hal muammalah dan ibadah. Bahkan, begitu pentingnya masalah taklid ini menjadikan tidak sahnya suatu  pekerjaan seseorang tanpa bertaklid.




Timbul pertanyaan,
Apakah ini berarti tidak dibolehkannya seseorang untuk  mengeluarkan pendapatnya dan mengikuti pendapatnya sendiri dalam beribadah termasuk permasalahan-permasalahan yang timbul didalamnya?
Siapakah yang akan bertanggung jawab (di akhirat kelak) terhadap apa-apa yang kita lakukan jika bertaklid kepada seorang mujtahid, apakah kepada mujtahid yang diikutinya atau tetap dirinya sendiri?
Apakah ini berarti Allah SWT berlaku dzalim (tidak adil) kepada hambanya, dikarenakan tidak dibolehkannya (mengambil pendapatnya sendiri dan menjalankannya sesuai pendapatnya itu) dan juga kepada para mujtahid (atas fatwa mereka) dikarenakan jika terjadi kesalahan dari fatwa tersebut sang mujtahidlah yang akan mendapatkan dosanya?

Benar, tidak dibolehkannya seseorang untuk mengeluarkan pendapatnya sendiri dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini dikarenakan ilmu yang dimiliki oleh orang awam berbeda dengan ilmu yang dimiliki oleh mujtahid. Seorang mujtahid menghabiskan seluruh pemikirannya dalam hal segala hal dan mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan yang timbul, sehingga mereka akan sangat berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa. Berbeda dengan orang awam yang mungkin hanya sebagian kecil dari hidupnya untuk menelaah hal-hal keagamaan.

Iya, seorang mujtahid akan mempertanggung jawabkan terhadap fatwa-fatwa yang diikuti oleh muqallid yang mengikutinya. Hal ini bukan berarti Allah SWT tidak adil, namun justru inilah keadilan Allah. Allah SWT tidak akan menyiksa kaum awam atas dasar kesalahan yang mereka lakukan, meskipun kesalahan tadi kelak akan dipertanyakan kenapa dan siapa penyebabnya. Andaipun ternyata fatwa yang dikeluarkan oleh mujtahidnya itu salah, hal tersebut masih lebih baik, daripada kita mengikuti pendapat kita sendiri (yang tidak mengerti dan memahami hal-hal dengan benar). Oleh sebab itu, syariat membebankan tanggung jawab di pundak seorang ulama, bukan orang awam.

Dalam penerapan taklid itu dilakukan pada semua hal, terutama pada muammalah dan ibadah. Namun yang perlu digaris bawahi adalah dalam mengetahui dan mengenal Allah, seseorang tidak dibenarkan untuk taklid kepada seorang mujtahid !!!. Mengetahui dan mengenal Allah SWT, haruslah dilakukan dengan jalan merenungi dan berfikir secara jernih dan menyeluruh. Hal ini akan kita bahas di artikel lain yaitu tentang Mengenal Allah tidak melalui taqlid.


Perbedaan sunni syiah dalam hal ijtihad

Dalam syiah, pintu ijtihad tidaklah tertutup. Mengapa dikatakan tidak tertutup?hal ini dikarenakan para mujtahid memiliki ajal. Mereka bisa mati. Jika pintu ijtihad tertutup atau dengan kata lain dibatasi oleh orang-orang tertentu atau zaman-zaman tertentu, tentunya kita yang hidup di zaman sekarang ini sangatlah rugi karena tidak hidup bersama dengan para mujtahid, sehingga setiap permasalahan agama yang kita alami tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. 

Berbeda dengan ahlussunnah. Mereka berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup, sehingga saat ini tidak ada seorangpun yang dapat berijtihad. Mereka berkeyakinan bahwa orang pada zaman sekarang tidak akan mungkin menyamai dalam hal ilmu dengan orang-orang terdahulu. Itulah sebabnya mengapa didalam ahlusunnah dikenal istilah qiyas, yaitu mengambil pendapat atau fatwa terhadap suatu permasalahan yang ada dengan mengambil fatwa lain yang memiliki kesamaan sebabnya. Pada syiah tidak ada qiyas, karena pintu ijtihad itu masih terbuka hingga saat ini. Sehingga dalam setiap permasalahan yang ada, mereka akan merujuk kepada mujtahidnya. Salah satu contoh mujtahid pada mazhab syiah adalah Ayatullah Khomeini.



Namun semoga perbedaan sunni syiah ini semoga tidak menjadi suatu hal yang dibesar-besarkan. Setiap mazhab memiliki pandangan dan ajarannya masing-masing. Asalkan dalam hal-hal yang prinsipil (yaitu ushuludin) tidak terjadi penyimpangan. Different it’s beautiful.

Sekian dulu artikel ini, terima kasih sudah membacanya dan semoga dapat memberikan sedikit manfaat bagi kita.





Baca Selengkapnya ....

Tata Cara Berwudhu Mazhab Ahlulbait

Posted by Unknown 8/14/2013 0 komentar
Shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslimin yang dalam pelaksanaannya tidak terdapat toleransi untuk meninggalkannya dengan alasan apapun. Maksudnya adalah, apabila seseorang tidak dapat shalat dalam kondisi berdiri, maka ia tetap diwajibkan melaksanakan shalat dalam kondisi duduk, jika dalam kondisi duduk pun ia masih tidak mampu, maka di bolehkan melakukan shalat dengan tidur, bahkan jika dalam posisi tidur pun ia masih tidak mampu maka ia dibolehkan melaksanakannya hanya dengan isyarat. Namun tidak gugur kewajibannya dalam melaksanakan shalat tersebut.

Pada zaman dahulu, saat peperangan masih ada, ia tetap diwajibkan bagi setiap kaum muslimin dalam melaksanakannya. Tidak ada istilahnya keajiban shalat itu gugur (kecuali bagi yang hilang akal). Bahkan terdapat beberapa kisah yang menceritakan bahwa mereka para sahabat Nabi Saw, melaksanakan shalatnya ditengah-tengah peperangan yang sedang terjadi.

Namun disini saya tidak akan membahas terlebih dahulu masalah shalat, justru yang saya akan bahas adalah berekenaan dengan wudhu. Syarat sahnya shalat salah satunya adalah berwudhu. Nah, bagaimanakah berwudhu yang benar agar shalat kita juga sah sehingga diterima oleh-Nya.

Dalam artikel kali ini, saya akan membahas bagaimana cara berwudhu menurut syiah. Hal ini perlu saya jelaskan, karena kebanyakan dari ahlusunnah beranggapan wudhu mereka itu berbeda, wudhu mereka itu tidak benar, tidak sah. Oleh karena itu perlu adanya penjelasan tentang wudhu menurut syiah, sehingga kita tidak mudah mengatakan hal-hal yang tidak pantas di ucapkan oleh seorang muslim (maaf, kafir atau sesat).

Perbedaan sunni syiah sendiri tidak hanya sebatas hal ini saja. Dalam ahlusunnah sendiri juga terdapat beberapa perbedaan dalam melaksanakan wudhu. Imam Hanafi dan Maliki misalnya, terdapat perbedaan dalam hal urutan pelaksanaannya. Dalam mazhab Hanafi dan Maliki, tidak wajib melaksanakan wudhu secara tertib, maksudnya dibolehkan melaksanakan wudhu dengan dimulai terlebih dahulu membasuh kaki dan di akhiri dengan membasuh muka. Tapi perbedaan-perbedaan ini tidak saya bahas disini, melainkan nanti pada artikel perbedaan wudhu lima mazhab islam.

      Berikut adalah tata cara pelaksanaan wudhu bagi syiah, 
          
  1.   Niat, tidak dituntut pengucapannya, walaupun hal tersebut dianjurkan. Dengan bacaan “Nawaytul wudhu’a liraf’il hadatsi qurbatan ilallilahi ta’ala”.
    "Saya niat berwudhu untuk mendekatkan diri pada Allah SWT”    
  2.  Membasuh wajah dari ujung dahi (permulaan tumbuh rambut) sampai dagu, selebar ibu jari dan jari tengah dengan basuhan yang sempurna. Dianjurkan untuk membasuh sisanya hingga cuping telinga dan menyelah-nyelahinya bagi yang memiliki jambang yang lebat. 
  3. Membasuh tangan kanan dan kiri dari siku hingga ke ujung jari-jari yang dimulai dari punggung tangan kemudian perutnya. Hal ini berlaku bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita yaitu sebaliknya dengan memulai dari perut tangan kemudian punggungnya. 
  4. Mengusap kepala dari ubun-ubun hingga permukaan tumbuhnya rambut dengan sisa air yang masih melekat di tangan, bagi yang tidak memilik rambutpun hal ini tetap berlaku.  
  5. Mengusap punggung kaki kanan dengan telapak tangan kanan, untuk yang lebih baik dari ujung kaki hingga  pergelangan kaki dengan sisa air usapan kepala tadi, namun wajibnya hanya hingga pertengahan punggung kaki. Begitu juga kaki kiri, seperti mengusap kaki kanan.


 

Dilarang mengambil air baru untuk mengusap, sedangkan apabila air yang akan digunakan untuk mengusap telah kering, diperbolehkan mengambil air yang melekat pada wajah, alis, jenggot yang tidak melebihi batas wajah. Jadi pengambilan air wudhu hanya wajib tiga kali saja, serta wajib keringnya anggota yang akan diusap sebelum anggota tersebut di usap.

Kewajiban membasuh serta mengusap anggota wudhu adalah sekali saja, sedangkan basuhan yang sedangkan basuhan yang kedua(setelah sempurnanya yang pertama) dianggap mustahab (dianjurkan), bukan adanya kandungan pahala. Demikian menurut imam Khomeini dalam kitab ‘Urwatul Wutsqa.

Terdapat perbedaan yang jelas pada hal ini (mengusap kaki) antara empat mazhab (syafi’i, maliki, hanafi dan hambali) dengan imamiyah. Yaitu perbedaan antara mengusap dan membasuh adalah bersumber dari pemahaman ayat 6 surat Al-Maidah :
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”.

Alasan yang dikemukakan oleh mazhab ahlul bait tentang adanya perbedaan tata cara berwudhu adalah apabila Al Quran berkeinginan untuk menyatukan perintah basuhan untuk kedua tangan dan kaki, tidak mungkin dipisahkan dengan kalimat yang memerintahkan perkara lain, dan perintah basuhan pada kedua kaki akan dianggap benar apabila susunan kalimatnya sebagai berikut :
Faghsiluu wujuuhakum wa a’i diyakum ilal maroo fiqi wa arjulakum ilal ka’baini wamsakhuu bi ruu’ sikum”.

Basuhlah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai ke siku-siku dan kaki-kaki kalian sampai ke mata kaki dan usaplah kepala kalian.

Sehingga wajah, kedua tangan dan kedua kaki dalam satu basuhan, sedangkan perintah mengusap kepala berada pada kalimat lain, tanpa memisahkan antara perintah basuh pada kaki maupun tangan.

Demikian artikel tata cara berwudhu menurut mazhab ahlulbait. Semoga memberikan penambahan pengetahuan bagi kita yang belum mengetahui, sehingga tidaklah lagi perbedaan sunni syiah menjadi hal yang harus dan perlu untuk dibesar-besarkan.

Baca Selengkapnya ....

Berbeda (Syiah) itu Sesat ?

Posted by Unknown 8/13/2013 0 komentar
Mengapa mereka berbeda 
Apa dalil atau alasan bagi mereka melakukannya
Apakah itu berarti orang yang berbeda itu berarti mereka sesat

Beberapa belakangan ini muncul kasus pertikaian antar mazhab yang terjadi di Sampang, Madura. Pertikaian yang terjadi antar sesama muslim yang berbeda mazhab. Mungkin akan lain ceritanya jika yang bertikai adalah sesama mazhab ahlussunnah, tetapi yang terjadi adalah antara mazhab ahlussunnah dengan mazhab ahlulbait biasa disebut mazhab imamiyah atau yang lebih dikenal dengan syiah.

Masih banyak pertanyaan yang timbul, ketika kita melihat seseorang melaksanakan ibadah-ibadah yang berbeda dengan kebanyakan orang. Walaupun mungkin kita tidak langsung mengucapkannya kepada yang bersangkutan, tapi pasti dalam benak kita akan muncul pertanyaan, “Kok gitu?”.  

Mengapa saya di sini memilih syiah, bukan ahmadiyah, bukan JIL, atau yang lainnya.  Hal ini tidak terlepas karena kehidupan pribadi saya. Saya pribadi (penulis) memiliki sedikit pengalaman dan pengetahuan tentang syiah secara langsung selama kurang lebih tiga tahun. Bukan hanya saya sendiri yang ahlussunnah saat itu, tapi terdapat puluhan bahkan ratusan orang yang belajar di sana yang bermazhab ahlusunnah bahkan hingga mereka luluspun masih bermazhab ahlussunnah.

Dalam kehidupan sehari-hari kami (sunni) bertemu dengan kaum “syi’i” (sebutan bagi orang syiah), bahkan berinteraksi dengan mereka. Mulai dari bangun tidur hingga bangun tidur lagi (saya dibesarkan di dalam pesantren yang di dalamnya terdapat kaum syiah). Saya tidak pernah menyesali hal itu, justru saya sangat bersyukur. Dengan mengetahuinya secara langsung dari mereka, membuat saya tidak mudah terprovokasi.

Seiring berjalannya waktu, setiap kegiatan yang kami lakukan di dalam pesantren tidak pernah satupun kami melihat suatu ajaran yang bertentangan dengan ajaran islam yang selama ini banyak digembor-gemborkan di luar sana. Tidak pernah satupun saya menemukan apa-apa yang sering diucapkan oleh sebagian orang yang mengatakan bahwa,
Al quran mereka (syiah) berbeda dengan dengan al quran kaum sunni,
Akidah, rukun iman dan islam syiah berbeda,
Dalam syiah terdapat seks bebas (nikah mut’ah atau kawin kontrak)  
Sholat hanya tiga waktu,
Tidak wajib sholat jum’at,
Tidak ada terawih di bulan ramadhan,
Wudhu dan sholatnya berbeda,
Ber-taqiyah dihadapan kaum sunni agar mereka mau masuk syiah,
Menuhankan imam mereka, dan masih banyak lagi..

Timbul lagi pertanyaan dalam hati kami, Apakah mungkin dari mereka saling berjanji antara satu dengan yang lain untuk selalu bertaqiyah dihadapan kami semua orang sunni?.
Apakah mungkin kami yang sunni tidak mengetahui (hal-hal yang di katakan orang-orang tentang kesesatan mereka) selama itu?.
Pastinya tidak.

Memang benar terdapat beberapa perbedaan-perbedaan dalam hal ibadah serta keyakinan. Namun perbedaan itu bukanlah hal yang fundamental yaitu ushuludin. Mereka hanya berbeda dalam hal furu’ (cabang) yang biasanya dibahas dalam kitab fikih. Padahal, perbedaan sunni syiah yang prinsipil, terletak pada persoalan tokoh pengganti Nabi Saw sebagai pemimpin sepeninggal beliau, baik dalam bidang pemerintahan ataupun keagamaan. Syiah berkeyakinan bahwa, Nabi Muhammad Saw, telah berwasiat dan menunjuk Imam Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti beliau, sedangkan kaum ahlusunnah berpendapat lain. Mereka berkeyakinan bahwa Nabi Saw tidak mewasiatkan jabatan tersebut kepada siapapun.

Apakah itu berarti mereka sesat?



Mayoritas masyarakat di Indonesia adalah bermazhab ahlussunnah. Ahlussunnah sendiri juga terbagi menjadi empat mazhab, yaitu mazhab syafi’i (dianut mayoritas masyarakat Indonesia), mazhab hanafi, mazhab maliki, dan mazhab hambali (selanjutnya akan disebut sunni). Pemberian nama mazhab itu sendiri jika dilihat adalah berasal dari imam mazhabnya masing-masing. Biasanya masyarakat ketika ditanya, “Mazhabnya apa?”, Mereka umumnya akan menjawab, “Mazhab saya ahlussunah wal jama’ah”, tanpa disertai dengan “embel-embel” salah satu dari keempat mazhab ahlussunah di atas.

Syiah sendiri adalah salah satu mazhab dalam islam. Ia banyak dianut di Negara Timur Tengah, sperti Iran, Iraq, Syiria, Libanon, Kuwait, Yaman, serta daerah lain seperti India, Pakistan, Afganistan, dan lainnya. Di Indonesia sendiri, syiah juga berkembang di beberapa daerah. Namun dalam perjalanannya banyak mendapat kritikan, cemohan, bahkan hujatan dikarenakan beberapa hal dalam pelaksanaan aktifitas keagamaannya berbeda dengan ahlussunnah atau sunni. Mungkin nanti di lain kesempatan, saya akan menjelaskan apa itu syiah secara lebih terperinci.

Oleh karena itu, saya merasa sangat sedih dan prihatin akan hal ini. Mereka hanya membaca literatur-literatur yang diterbitkan oleh kaum orientalis yang umumnya membenci islam dan kaum muslim, sehingga mereka berusaha sebisa mungkin memutarbalikkan fakta-fakta dengan harapan akan memecah belah dan memperlemah ikatan persaudaraan antar sesame muslim. Sehingga dengan sendirinya para pembaca yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman cukup akan mudah mengatakan mereka syiah sesat. Bahkan ketika mereka mengajak beragumen dan mengeluarkan dalil-dalilnya, kita mengatakan, “ah, paling juga taqiyah (berdusta)!”.

Bagaimanapun juga, seseorang yang ingin mengetahui tentang  suatu kelompok atau aliran, seharusnya tidak hanya membaca dan mempelajari literatur yang ditulis oleh orang luar saja, tapi lebih penting lagi mempelajari sebanyak mungkin dari sumber-sumber aslinya. Sehingga mengetahui mana hal-hal yang prinsipil dan mana yang tidak.

Bahkan Allah SWT, memberikan arahan kepada kita tentang segala macam berita dan informasi agar kita lebih teliti kebenarannya (isi berita tersebut). Bukan langsung menerimanya.
  
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu “ (Al-Hujuraat: 6)

Beberapa artikel mungkin memuat tentang perbedaan sunni syiah, baik dalam hal ibadah, politik, sejarah dan lain sebagainya. Tidak ada niat menghasut atau memprovokasi, namun lebih kepada berbagi ilmu serta amar ma’ruf nahi mungkar.

Semoga setelah membaca artikel-artikel di blog ini, dapat membuka pikiran kita. Berfikir lebih jernih akan tentang hal  perbedaan. Bukankah Allah SWT sendiri tidak pernah menciptakan manusia sama antara yang satu dengan yang lain. Memang dibeberapa tempat terdapat kemiripan, namun dipastikan semua itu berbeda.
All’s different, because different it’s beautiful.  


Baca Selengkapnya ....
trikmudahseo.blogspot.com support www.evafashionstore.com - Original design by Bamz | Copyright of Perbedaan adalah indah.