Muqallid, mujtahid, ijtihad, dan taklid
8/15/2013
4
komentar
Mungkin sebagian dari kita pernah mendengar
kata-kata di atas. Ada
yang sudah paham dan mengerti benar, ada juga sebagian yang hanya pernah
mendengar atau bahkan ada juga yang tidak mengetahuinya sama sekali apa itu muqallid, mujtahid, ijtihad, dan taqlid.
Pada artikel kali ini sedikit saya akan membahas
apa itu muqallid, mujtahid, ijtihad
dan taklid. Hal ini perlu saya
uraikan, karena ini salah satu fondasi dari kita ummat muslim dalam melakukan
segala aktifitas keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar inilah kita
melakukan dan mengambil keputusan terhadap persoalan-persoalan terutama dalam
hal keagamaan.
Muqallid adalah orang-orang yang karena satu dan lain hal tidak memiliki
kemampuan dalam menelaah ilmu-ilmu agama sehingga mereka kurang memahaminya,
atau biasa disebut sebagai orang awam.
Kita sebagai seorang yang awam, diwajibkan untuk
bertaklid kepada seorang mujtahid dalam segala bidang terutama
apabila ditemukan persoalan-persoalan, karena tugas seorang mujtahidlah mencari jawaban dari
permasalahan-permasalahan tersebut dengan ilmu yang mereka miliki.
Mujtahid adalah orang yang benar-benar memahami dan mengerti akan agama serta
dapat mengeluarkan fatwa.
Beberapa mujtahid besar dalam bidang keagamaan
adalah, imam Syafi’i (mazhab Syafi’i), imam Hanafi (mazhab Hanafi), imam Maliki
(mazhab Maliki), imam Hambali (mazhab Hambali) dan imam Ja’fari (mazhab Syiah).
Ijtihad adalah upaya mencurahkan tenaga untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan.
Dengan bahasa sederhananya adalah mengeluarkan fatwa
dalam segala hal, terutama dalam bidang keagamaan dan jawaban penyelesaian atas
persoalan-persoalan yang timbul.
Dalam hal berijtihad, siapapun dapat
berijtihad tidak terbatas hanya pada
orang-orang tertentu. Namun untuk mencapai gelar mujtahid tentunya tidak gampang. Bukan hanya dengan berlandaskan Al Quran dan hadits atau
bahkan membohongkan para ulama hanya karena seseorang untuk dapat dikatakan
menjadi mujtahid. Mereka harus
menjalani beberapa tahap ujian dari mujtahid-mujtahid pendahulunya disamping
pengakuan dari masyarakat luas akan kepandaian ilmunya tidak sependapat dengan
mereka. Banyak kriteria-kriteria yang harus dimiliki.
Taqlid adalah mengikuti
pendapat dari seorang mujtahid tanpa
harus mengetahui darimana sumbernya dan apa alasannya. Taqlid inilah yang digunakan oleh orang awam untuk mengikuti ijtihad para mujtahid.
Syarat-syarat seseorang untuk dapat bertaklid yaitu
hanya dua, aqil (berakal) dan baligh (dewasa), sehingga bagi orang yang hilang
akal dan belum dewasa maka belum diwajibkan baginya untuk bertaklid hingga
hilang akalnya atau menjadi dewasa.
Hukum taklid
Bagi orang awam seperti kita, yang tidak memiliki
ilmu-ilmu yang cukup dalam hal keagamaan, wajib
hukumnya untuk bertaklid kepada
seorang mujtahid. Dalam semua bidang,
terutama dalam hal muammalah dan
ibadah. Bahkan, begitu pentingnya masalah taklid
ini menjadikan tidak sahnya
suatu pekerjaan seseorang tanpa bertaklid.
Timbul pertanyaan,
Apakah ini berarti tidak dibolehkannya seseorang untuk
mengeluarkan pendapatnya dan mengikuti
pendapatnya sendiri dalam beribadah termasuk permasalahan-permasalahan yang
timbul didalamnya?
Siapakah yang akan bertanggung jawab (di akhirat
kelak) terhadap apa-apa yang kita lakukan jika bertaklid kepada seorang mujtahid,
apakah kepada mujtahid yang
diikutinya atau tetap dirinya sendiri?
Apakah ini berarti Allah SWT berlaku dzalim (tidak
adil) kepada hambanya, dikarenakan tidak dibolehkannya (mengambil pendapatnya
sendiri dan menjalankannya sesuai pendapatnya itu) dan juga kepada para mujtahid (atas fatwa mereka) dikarenakan
jika terjadi kesalahan dari fatwa tersebut sang mujtahidlah yang akan mendapatkan dosanya?
Benar, tidak dibolehkannya seseorang untuk
mengeluarkan pendapatnya sendiri dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal
ini dikarenakan ilmu yang dimiliki oleh orang awam berbeda dengan ilmu yang
dimiliki oleh mujtahid. Seorang mujtahid menghabiskan seluruh pemikirannya
dalam hal segala hal dan mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan yang
timbul, sehingga mereka akan sangat berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa. Berbeda
dengan orang awam yang mungkin hanya sebagian kecil dari hidupnya untuk
menelaah hal-hal keagamaan.
Iya, seorang mujtahid
akan mempertanggung jawabkan terhadap fatwa-fatwa yang diikuti oleh muqallid yang mengikutinya. Hal ini
bukan berarti Allah SWT tidak adil, namun justru inilah keadilan Allah. Allah SWT
tidak akan menyiksa kaum awam atas dasar kesalahan yang mereka lakukan,
meskipun kesalahan tadi kelak akan dipertanyakan kenapa dan siapa penyebabnya.
Andaipun ternyata fatwa yang dikeluarkan oleh mujtahidnya itu salah, hal
tersebut masih lebih baik, daripada kita mengikuti pendapat kita sendiri (yang
tidak mengerti dan memahami hal-hal dengan benar). Oleh sebab itu, syariat membebankan tanggung jawab di pundak
seorang ulama, bukan orang awam.
Dalam penerapan taklid itu dilakukan pada semua hal, terutama pada muammalah dan ibadah. Namun yang perlu digaris bawahi adalah dalam mengetahui dan mengenal Allah, seseorang tidak dibenarkan untuk taklid kepada seorang mujtahid !!!. Mengetahui dan mengenal Allah SWT, haruslah dilakukan dengan jalan merenungi dan berfikir secara jernih dan menyeluruh. Hal ini akan kita bahas di artikel lain yaitu tentang Mengenal Allah tidak melalui taqlid.
Perbedaan sunni syiah
dalam hal ijtihad
Dalam syiah, pintu ijtihad
tidaklah tertutup. Mengapa dikatakan tidak tertutup?hal ini dikarenakan para mujtahid memiliki ajal. Mereka bisa
mati. Jika pintu ijtihad tertutup
atau dengan kata lain dibatasi oleh orang-orang tertentu atau zaman-zaman
tertentu, tentunya kita yang hidup di zaman sekarang ini sangatlah rugi karena
tidak hidup bersama dengan para mujtahid,
sehingga setiap permasalahan agama yang kita alami tidak dapat diselesaikan
dengan tuntas.
Berbeda dengan ahlussunnah.
Mereka berpendapat bahwa pintu ijtihad
telah tertutup, sehingga saat ini tidak ada seorangpun yang dapat berijtihad. Mereka berkeyakinan bahwa orang
pada zaman sekarang tidak akan mungkin menyamai dalam hal ilmu dengan orang-orang
terdahulu. Itulah sebabnya mengapa didalam ahlusunnah
dikenal istilah qiyas, yaitu
mengambil pendapat atau fatwa terhadap suatu permasalahan yang ada dengan
mengambil fatwa lain yang memiliki kesamaan sebabnya. Pada syiah tidak ada qiyas, karena pintu ijtihad itu masih
terbuka hingga saat ini. Sehingga dalam setiap permasalahan yang ada, mereka
akan merujuk kepada mujtahidnya.
Salah satu contoh mujtahid pada mazhab syiah adalah Ayatullah Khomeini.
Namun semoga perbedaan
sunni syiah ini semoga tidak menjadi suatu hal yang dibesar-besarkan.
Setiap mazhab memiliki pandangan dan ajarannya masing-masing. Asalkan dalam
hal-hal yang prinsipil (yaitu ushuludin)
tidak terjadi penyimpangan. Different
it’s beautiful.
Sekian dulu artikel
ini, terima kasih sudah membacanya dan semoga dapat memberikan sedikit manfaat
bagi kita.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Muqallid, mujtahid, ijtihad, dan taklid
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://beda-itu-indah.blogspot.com/2013/08/muqallid-dan-mujtahid.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
4 komentar:
mmakasih gan
Xdrakorindo
maaf saya hanya meluruskan, faham syiah dan sunni sangat bertolak belakang, maka dari itu bagi pembaca silahkan mencari lagi informasi yang lain, dan penulis kiranya perbanyak lagi literatur bacaan nya dari sisi mana syiah dan sunni bisa dikatakan sama ???
Mas, justru syi'ah menyimpang dari masalah ushul itu sendiri. Semua ulama ahlussunnah sepakat bahwa syi'ah menyimpang. Jadi anda sendiri ikut ulama siapa? Anda menulis referensi artikel ini dari mana? Dan dari ulama siapa? Khomeini?
semua? ulama al azhar yang pusat kajian fatwa tdk berpendapat begitu....
Posting Komentar